KELUARGA BESAR WALUYO
Pada pertengahan bulan Juni, Fauziah dan anaknya datang ke rumah Waluyo.
Anak-anak sekolah baru saja beberapa hari memulai libur panjangnya.
Arjuna sedang membantu ayahnya dan Mas Joko bekerja di sawah. Menjelang
pukul 2, Dewi datang diikuti oleh dua orang perempuan. Arjuna dapat
melihat keduanya cantik. Fauziah berkulit putih dan hampir setinggi
ayahnya. Dari perawakan dan raut muka, Arjuna dapat melihat bahwa
perempuan dewasa itu keturunan Arab. Annisa, anak Fauziah, juga memiliki
kulit putih, namun hidungnya tidak semancung hidung ibunya, tapi tetap
saja ia terlihat sangat cantik. Postur tubuhnya tidak setinggi Fauziah
tapi sepantaran Dewi.
Waluyo yang sedang beristirahat dengan duduk di sawung, lagi asyik
merokok sambil bersenda gurau dengan gendaknya, yaitu Mas Joko. Ia
terlihat terkejut ketika melihat kedatangan mereka. Arjuna memperhatikan
ayahnya yang sekarang sudah berdiri dan menghampiri ketiga orang yang
baru datang itu.
“Papaaaaaa………………..” teriak Annisa tertahan lalu menubruk Waluyo. Waluyo
tercengang namun mengelus kepala anaknya sambil matanya memperhatikan
Fauziah.
“Mas. Aku bawa Annisa berkunjung ke sini. Ia sudah kangen dengan
papanya,” kata Fauziah menjelaskan. Waluyo hanya mengangguk perlahan.
Tak lama kemudian Fauziah meminta untuk bicara empat mata dengan Waluyo
lalu mereka bergeser agak jauh hingga pembicaraan mereka tidak dapat
terdengar oleh yang lain. Sementara itu, Annisa langsung menubruk Arjuna
dan berkata,
“Adiiiiik……………….. Kakak dari dulu pengen punya adik, ternyata sekarang sudah terkabul. Kakak senang bisa ketemu kamu.”
Arjuna tak dapat berkata-kata. Segalanya terjadi begitu cepat. Tentu
saja ia tahu bahwa ia punya kakak yang tinggal di Kalimantan. Hanya saja
tak pernah disangkanya bahwa mereka akan bertemu. Segala rasa bahagia,
haru dan kaget bercampur menjadi satu sehingga Arjuna merasakan
kebingungan menghadapi semuanya.
Annisa ternyata cukup bawel. Tanpa melepas pelukannya, gadis muda itu
nyerocos terus, menceritakan kehidupannya di Kalimantan bersama ibunya.
Arjuna hanya mendengarkan tanpa membalas ocehan kakaknya. Namun, di lain
pihak, ia mulai merasakan dadanya ditekan oleh kedua payudara kakaknya
itu. Terasa oleh Arjuna, kedua toket kakaknya cukup besar dan kenyal,
sesuatu yang tak terlihat sebelumnya karena baju longgar yang dipakai
gadis itu. Walaupun tidak sebesar melon ibunya, tapi buah dada kakaknya
itu cukup membuat si otong milik Arjuna mulai mengeras.
Untung saja akhirnya Annisa melepaskan pelukannya lalu menarik Arjuna
untuk duduk di sawung untuk kemudian kembali berceloteh kepada Arjuna.
Hari itu bergerak cepat bagi Arjuna. Entah bagaimana, tahu-tahu sudah
malam, dan mereka sekeluarga makan malam di rumah Waluyo. Kedatangan
mereka merubah keadaan harmonis keluarga Waluyo, karena sekarang Waluyo,
Dewi, Joko dan Arjuna tidak bebas lagi mengumbar syahwat di rumah.
Namun ada satu kelebihannya, kini ayahnya dan Joko tidur di bale,
Fauziah dan anaknya tidur di kamar yang dulunya milik Arjuna, dan Arjuna
dengan ibunya tetap tidur di kamar utama. Setidaknya Arjuna dapat
menggarap ibunya ketika ibu tirinya dan kakak tirinya itu telah
tertidur, pikir Arjuna.
Namun, mendapatkan hubungan seks tidaklah segampang rencananya. Ibunya
masih sering uring-uringan dan menolak ajakan Arjuna berhubungan seks.
Apalagi ditambah dengan alasan bahwa ada tamu di kamar sebelah. Arjuna
menjadi frustasi.
Kehidupan menjadi berubah. Kini Arjuna ditugasi menemani kakaknya
sehingga tidak perlu ke sawah. Maka Arjuna mengajak kakaknya jalan-jalan
dan bermain sepanjang hari. Rasa rindu punya adik membuat Annisa tidak
mau jauh dari Arjuna. Mereka berdua saling bercerita satu sama lain
mengenai kehidupan mereka sehari-hari. Arjuna jadi merasa mempunyai
sahabat baru, teman cewek yang baru. Annisa bisa dibilang sangat baik.
Berhubung Fauziah adalah orang kaya, maka Annisa mempunyai uang yang
tidak sedikit pula. Pada hari ketiga mereka menginap, Annisa meminta
adiknya untuk mengantar ke kota kabupaten untuk melihat-lihat keadaan.
Di sana, mereka berkunjung ke pasar tradisional, dan Annisa lalu
membelikan adiknya macam-macam barang. Mulai dari mainan, baju, celana
dan lain sebagainya. Tentu saja yang lain juga dapat, seperti ayah, ibu
dan mas Joko, tetapi Arjunalah yang paling banyak dibelikan barang.
Walaupun dalam segi seksual Arjuna merasa merana, tapi di lain pihak
Arjuna merasa senang sekali bergaul dengan Annisa berhubung Annisa itu
sangat baik lagi royal kepadanya. Arjuna pun merasa senang dengan
perhatian kakaknya kepadanya. Annisa sering menggandeng, memeluk bahkan
mencium pipi Arjuna ketika mereka berdua. Annisa tidak tahu, bahwa
semakin lama Arjuna menjadi semakin horny karena perlakuannya.
Malamnya, Arjuna setengah memaksa ibunya untuk berhubungan badan. Namun
tetap saja ibunya menolak sehingga mereka bertengkar kecil. Mereka
bertengkar sambil berbicara perlahan, namun lama kelamaan dari bisikan
mereka jadi berbicara sedikit lebih keras dan akhirnya ibunya setengah
menghardik lalu berkata,
“Ya udah sekali ini saja. Abis itu kamu harus belajar puasa sampai mereka pulang. Ngerti?!”
Dewi lalu membuka kainnya. Ia telanjang bulat di balik kainnya itu.
Arjuna melihat ibunya yang hamil namun tidak merasa muak. Justru Ia
bangga karena yang membuat hamil ibunya adalah dia sendiri. Kedua
payudara ibunya mulai membengkak perlahan sehingga bertambah besar
dibanding keadaanya sebelumnya. Perut ibunya yang sedang hamil bagaikan
bukit besar dihiasi dua bukit kecil di atas dan hutan bakau di bawah.
“Jilat dulu biar basah,” bisik ibunya,” terus kamu langsung sodok saja. Ibu capek.”
Maka Arjuna mulai menjilati memek ibunya dengan semangat. Ia menjilati
vagina ibunya sampai akhirnya selangkangan ibunya dipenuhi air liurnya
dan juga cairan pelumas yang keluar dari organ intim ibunya.
Dewi mulai merintih pelan. Ia berusaha menahan suaranya, namun Arjuna
yang kini sudah sangat ahli dalam hal jilat-menjilat puki, membuat
birahi Dewi kembali terbangkit. Apalagi cara jilat Arjuna sudah sangat
profesional. Lidah Arjuna menyapu sekeliling memeknya dulu, termasuk
jembutnya, baru kemudian perlahan menyapu ringan di bibir luar
vaginanya. Setelah beberapa lama asyik menjilati bibir luarnya, barulah
lidah itu perlahan-lahan betambah tekanannya sehingga akhirnya Arjuna
menjilat dengan gaya anjing meminum air. Setelah bibir luar organ intim
Dewi sudah kuyup oleh air liur, Arjuna mulai membuka kedua bibir itu
dengan kedua tangannya, lalu mencelupkan lidahnya ke bagian dalam vagina
ibunya.
Lidah itu mula-mula menyusuri pinggiran lubang vagina Dewi, lalu
menyusuri bagian dalam bibir luar memeknya, tanpa menyentuh klitoris.
Dewi akhirnya horny berat lalu berbisik,
“Jilatin kelentitnya dong……”
Tanpa disuruh untuk kedua kalinya, Arjuna mulai menjilati klitoris
ibunya, namun dengan jilatan ringan sehingga bagai menggelitik saja
sehingga Dewi akhirnya memegang kepala anaknya lalu menariknya sehingga
lidah dan mulut Arjuna bagaikan dibenamkan di selangkangan Dewi.
Arjuna segera menyedot-nyedot kelentit ibunya.
“Auuuuuh!………. Sssssh……” rintih ibunya. Ia lupa sejenak bahwa seharusnya
ia tidak menimbulkan suara keras, namun terlanjur. Karena erangan
pertama itu dapat terdengar jelas, baru setelah ia sadar, maka ia
menahan suaranya dan berusah merintih dengan pelan saja.
Mulut Arjuna kini dengan buas mengenyot dan menjilati daerah klitoris
ibunya. Memek ibunya kini basah kuyup oleh cairan kewanitaan.
“masukin aja……” bisik ibunya memerintah.
Arjuna segera duduk di kaki ibunya, menarik sarungnya keatas sehingga
kontolnya terbuka. Ia kemudian mengarahkan kontolnya ke lubang kencing
ibunya. Ketika kepala kontolnya menancap di pinggir lingkar permulaan
liang senggama ibunya, maka Arjuna mendorong dengan cepat sehingga dalam
satu gerakan kontolnya ambles masuk ke dalam vagina ibunya.
Berhubung ibunya sedang hamil, Arjuna tidak bisa menindih ibunya,
sehingga semenjak perut ibunya buncit, ia selalu duduk dengan kaki
diluruskan di samping kiri kanan tubuh ibunya, lalu mengentot ibunya
dengan posisi ini.
Sambil duduk, Arjuna menggoyangkan pantatnya maju mundur. Ibunya juga
mulai menyamakan irama ngewe mereka. Terdengar suara klepok klepok
selangkangan beradu. Walaupun mereka berusaha tidak menimbulkan suara
yang keras, tetap saja dalam keheningan malam, suara selangkangan beradu
pelan itu dapat terdengar. Namun mereka berdua tidak memikirkan hal
itu.
Dewi menikmati tiap tusukkan kontol anaknya. Ingin rasanya ia memeluk
anaknya, namun karena kondisi perut yang sudah buncit maka tidak bisalah
ia melakukannya. Arjuna, di lain pihak, juga merasa ada yang kurang
dengan posisi ini. Tapi tiada rotan akar pun jadi. Selama kontolnya bisa
mencangkul liang senggama ibunya, maka Arjuna merasa cukup puas.
Akhirnya mereka berdua mencapai orgasme. Arjuna kembali memuntahkan
spermanya di dalam rahim ibunya. Lalu mereka berdua tertidur.
Keesokan hari, Fauziah mengajak Dewi ke kota kabupaten. Gantian,
katanya. Sehingga kini Arjuna dan Annisa hanya berduaan di rumah.
Sepanjang pagi itu tumben-tumbennya Annisa tidak mengoceh dengan bawel
seperti biasa. Ia hanya berbicara seperlunya dengan Arjuna. Arjuna
berfikir bahwa mungkin kakaknya bete karena tidak diajak oleh ibunya.
Mereka sedang duduk di bale. Belum tengah hari. Annisa tiduran di bale
sambil matanya menatap langit-langit bale. Ia tidak berbicara melainkan
tampak seperti orang bengong.
“Kak Annisa bete ya ditinggal Mama Fauziah?” tanya Arjuna basa-basi.
Annisa seakan tersadar dari lamunannya. Lalu berkata,
“Enggak, kok.”
“trus kenapa diam aja dari tadi?….”
“soalnya ada sesuatu yang Kakak pikirin….”
“boleh tahu apa?”
Annisa memandang adiknya beberapa saat lalu berkata,
“Dik, kamu kenapa berhubungan seks dengan ibu kamu sendiri?”
Arjuna gelagapan. Rupanya Annisa kemarin menyaksikan ia ngentot dengan ibunya.
“eee… engaak kok…..” jawab Arjuna.
“Alaaaah….. Kakak tadi malem kan melihat kamu begituan sama ibu kamu.”
Ketika Annisa melihat adiknya menjadi gelagapan dan hanya bisa menjawab dengan menggelengkan kepala, Annisa berkata lagi,
“Kemarin malem Kakak dengar kamu bertengkar dengan Mama Dewi, Kakak jadi
penasaran. Terus kakak lihat dinding rumah kan enggak tinggi, jadi
kakak manjat ke situ untuk lihat. Abis ga ada hiburan di rumah ini. TV
aja ga ada. Maka Kakak lalu penasaran mendengar kalian bertengkar sambil
bisik-bisik.
“Ketika kaka sudah di atas dan mengintip kalian. Itu saat Mama Dewi
membuka Kain, lalu kamu ciumin itunya Mama Dewi. Kamu ga jijik apa?”
Arjuna menggeleng.
“Aneh. Abis jilatin Mama Dewi terus kamu masukkin itu kamu ke dalam
itunya Mama Dewi. Itu namanya berhubungan seksual, Dik. Dan seharusnya
kamu hanya boleh begituan sama isteri yang sah. Ga boleh kalau belum
nikah. Apalagi kamu begituin ibu kamu sendiri. Kenapa kamu berdua bisa
melakukan itu sih?”
Arjuna masih gelagapan. Akhirnya berkata,
“so… soalnya enak, kak………..”
“enak banget. Arjuna jadi kecanduan.”
“Mama Dewi juga membiarkan kamu begitu. Itu salah. Apalagi dia sedang
mengandung adik kamu. Sebelumnya kalian bertengkar karena Mama Dewi
menolak, kan? Mungkin karena terlalu sayang akhirnya ngalah sama kamu.”
“tapi, Kak. Itu bukan adik Arjuna…..”
“Maksud kamu?”
“yang dikandung ibu, itu adalah anak Arjuna. Kami sudah setengah tahun
ini melakukannya. Ibu menolak karena ada Kakak dan Mama Fauziah di
sebelah kamar. Kalau kalian ga ada, pasti ibu ga akan nolak,” kata
Arjuna berbohong sedikit. Karena ibunya menolak bukan hanya karena ada
tamu, melainkan karena bawaan orok pula.
“Kok gitu? Jadi Mama Dewi mau digituin kamu? Anaknya sendiri?”
“Ya iya lah. Kalau dianya ga mau, udah dari dulu Arjuna diusir, kali.
Ibu mau, karena ibu juga menikmati. Soalnya enak banget rasanya.
Emangnya Kakak belum pernah begituan?”
“Ya belum, donk. Aku kan masih perawan. Tapi kata temanku yang udah, emang enak rasanya.”
“Teman kakak ga bohong. Enak banget. Apalagi kalau sama keluarga sendiri, nikmatnya bertambah dua kali lipat.”
Annisa terdiam.
“Kakak mau coba?”
“Hush! Ga boleh sama keluarga begituannya. Harus sama orang lain.”
“Maksudnya Kakak, siapa aja boleh, asal bukan keluarga?”
“bukan begitu, Dik. Yang Kakak maksud, orang yang kita cintai. Pasangan kita yang sudah sah. Udah nikah.”
“Begini, Kak. Arjuna setuju. Harus orang yang kita cintai dan sayangi.
Nah, Ibu dan Arjuna kan saling menyayangi dan mencintai. Kenapa ga
boleh? Bahkan, bila nanti Arjuna menikah, rasa sayang kepada ibu ga akan
hilang. Mungkin lebih besar dibanding sayang kepada isteri. Coba
pikir…..”
Annisa terdiam.
“Gini aja deh. Kakak lebih baik coba sendiri deh…”
“Maksud kamu?”
“biar kakak tahu enaknya. Jadi kakak nanti ga akan mengatakan lagi bahwa
ga boleh berhubungan seks dengan keluarga. Soalnya kalo dicoba pasti
deh ga akan nolak lagi, kayak Ibu Arjuna.”
“cobain sama siapa?”
“Ya sama Jun lah…”
“Ih…. Ga mau! Kakak mau tetap perawan sebelum menikah.”
“Kalau soal itu sih gampang. Kita ga usah melakukan hubungan dengan organ intim.”
“Maksudnya?”
“Gimana kalau Jun jilatin itunya Kakak aja. Toh kakak akan tetap perawan. Gimana?”
“ga mau!”
“Cobain dulu deh. Nanti kalau ga suka, Arjuna ga akan minta lagi. Apa Kakak ga penasaran rasanya gimana?”
Annisa terdiam lagi. Ia merasakan memeknya mulai basah membicarakan
masalah seks dengan adiknya. Annisa memang punya pacar, tapi hubungannya
hanya sejauh ciuman saja. Bagaimana ya, rasanya dicium di bagian memek?
Arjuna terus membujuk kakaknya dan menjanjikan kenikmatan yang tak
pernah Annisa rasakan. Annisa berusaha menolak, namun lama kelamaan ia
jadi terdiam malu, karena ia merasa kok mulai bernafsu dan ingin juga
mengetahui rasanya dijilat kemaluannya.
Annisa kini terdiam. Arjuna yang masih membujuk-bujuk melihat perubahan
itu. Apakah kakaknya mulai horny dan penasaran? Arjuna melihat Annisa
yang memakai daster anak muda dengan rok yang di atas lutut tampak
seksi.
“gimana, Kak?” tanya Arjuna, kali ini menaruh tangannya di atas paha kakaknya yang tertutup rok daster.
“tck….. kamu gila….” Kata Annisa perlahan. Namun tidak ada nada marah di suaranya.
“Enak lo, kak,” kata Arjuna sambil kini mengelus paha kakaknya. Tidak
ada perlawanan. Arjuna perlahan menyelusupkan tangganya ke bawah rok
kakaknya lalu mengelus langsung paha putih kakaknya itu.
Annisa memasang tampang cemberut. Keningnya berkerut. Namun di mata
Arjuna, kakaknya jadi seksi sekali. Arjuna merebahkan diri disamping
kakaknya. Wajahnya hampir sejajar dengan wajah kakaknya. Dengan gerakan
ini, rok kakaknya menjadi tersingkap.
“Mau ngapain?” tanya Annisa.
“Pemanasan dulu, biar enaknya lebih terasa.”
Arjuna mencium bibir Annisa. Sementara tangannya sudah memegang
selangkangan kakaknya yang masih terbalut CD. Merasakan sentuhan adiknya
itu Annisa membuka mulutnya untuk mendesah. Ia sudah mulai horny,
apalagi ketika pahanya dielus-elus adiknya. Memeknya jadi geli. Sekarang
memeknya yang diusap-usap membuat seluruh tubuh Annisa merinding
jadinya.
Mulut Annisa yang membuka ketika dicium membuka kesempatan untuk lidah
Arjuna masuk. Annisa dapat merasakan lidah hangat adiknya menerobos
mulutnya. Annisa menjadi bernafsu juga. Ia mendekap kepala adiknya
dengan kedua tangannya, lalu membalas lidah adiknya itu.
Kini mereka secara buas berciuman. Saling mengecup, menyedot dan mencium
bibir, sementara lidah mereka terkadang berkelahi saling menempelkan
liur ke lawannya. Tak lama bibir mereka sudah dilapisi cairan campuran
liur mereka berdua. Suara orang cipokan terdengar berkali-kali
ditingkahi suara desahan seorang gadis dan seorang remaja lelaki.
Tangan Jun kini bukan hanya mengelus-ngelus selangkangan kakaknya.
Tetapi sudah menyelusup masuk, membelai sepanjang jembut tipis lalu
mulai menggosok pelan bibir memek kakaknya. Memang enak. Baru
dielus-elus saja enak, pikir Annisa.
“enak, nggak?” tanya Arjuna di sela-sela kesibukannya menciumi bibir kakaknya.
“banget,” kata kakaknya lalu meneruskan acara ciuman mereka.
Jari-jemari Arjuna kini mulai mengusap-usap klitoris kakaknya. Annisa
melenguh lalu melepaskan ciuman dan mendongakkan kepalanya ketika
merasakan kelentitnya digosok-gosok. Arjuna melihat leher putih kakaknya
terbuka, langsung ia mengenyot leher itu. Annisa tak pernah merasakan
nikmatnya birahi, kini lehernya disedot sementara memeknya
dikobel-kobel, sehingga Annisa bagaikan mabuk berat oleh kenikmatan,
tubuhnya menggelinjang karena birahi dicampur geli dan rasa seperti
disetrum listrik di kemaluannya, namun setrum yang ini hanya
mengakibatkan rasa kejut-kejut enak.
Tiba-tiba Arjuna melepaskan mulutnya dari leher kakaknya dan
meninggalkan bekas cupangan merah gelap, lalu ia bersimpuh di bawah kaki
kakaknya yang ngengkang. Disingkapnya rok kakaknya sampai kepinggang,
lalu ia memelorotkan CD kakaknya sehingga hanya melingkari sebelah kaki
kakaknya. Lalu kepalanya terjun ke selangkangan kakaknya itu.
Annisa melihat dengan harap-harap cemas gerakan adiknya. Ketika mulut
adiknya menyentuh kemaluannya, Annisa merintih keras. Lidah itu begitu
liar berdansa di kemaluannya. Menyusup di celah-celah dan menyusuri
organ intimnya itu dengan begitu bernafsu, menjelajahi tiap jengkal
memeknya yang sudah basah oleh cairan pelumas.
Arjuna dapat mencium bau tubuh kakaknya yang berbeda dengan ibunya. Bau
tubuh kakaknya tidak setajam ibunya, melainkan bau yang menusuk hidung
secara perlahan namun lama-kelamaan menguasai indera penciumannya itu.
Bau memek kakaknya ternyata walaupun berbeda dengan ibunya, tapi juga
membuat Arjuna mabuk kepayang.
Disedotinya klitoris kakaknya. Annisa kini menjadi liar. Ia mendekap
kepala adiknya, lalu mendekapkan kepala itu ke selangkangannya,
sementara, pantat Annisa kini maju mundur secara cepat dalam gerakan
ngentot yang liar. Annisa kini mengentoti muka adiknya dengan kalap.
“Diiiiik……………….. diiiiilkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk…… aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaargh……………”
Arjuna merasakan memek kakaknya seakan banjir oleh cairan hangat.
Nafsunya sudah sampai ubun-ubun sehingga buta akan segalanya, ia segera
beringsut duduk, menaruh kontolnya di lubang kakaknya, lalu menghujamkan
kontolnya dalam-dalam sekuat tenaga sehingga dalam gerakan yang cepat
dan kuat kontolnya ambles ke dalam liang senggama kakaknya.
Annisa sedang mengalami orgasme. Tiba-tiba ia merasakan sakit di
memeknya dan tubuh adiknya yang menindihnya. Annisa ingin berontak, tapi
orgasmenya sedang berlangsung sehingga ia rasa tanggung sekali. Oleh
karena itu, ia hanya bisa memeluk adiknya erat-erat dengan tangan dan
juga kaki, untuk menahan rasa sakit itu.
Ketika kontolnya masuk ke dalam memek kakaknya, Arjuna merasakan
gencetan dinding kemaluan kakaknya yang amat keras, berhubung masih
perawan, dan ia merasakan kontolnya merobek sesuatu, keperawanan
kakaknya. Ia telah memperawani kakaknya sendiri! Pikiran ini membuat
birahinya yang dipuncak menjadi meledak bagaikan gunung meletus.
Arjuna hanya sempat lima kali mengocok memek kakaknya dan setelah itu ia
langsung ejakulasi di dalam kemaluan kakaknya. Arjuna menjadi lemas
lalu rebah menindih kakaknya. Ia beringsut turun dari tubuh kakaknya,
namun kakaknya yang telah selesai orgasme juga menahan tubuhnya agar
tidak bergerak.
“jangan bergerak, dik. Sakit. Diem dulu.”
Maka mereka bertindihan selama beberapa menit. Kontol Arjuna hanya
melemas sedikit, sehingga masih dapat tinggal di dalam memek kakaknya.
Arjuna beringsut duduk.
“jangan dulu, dik,” kakaknya mencegahnya.
“enggak dikeluarin, kok. Arjuna Cuma mau duduk. Kesian kakak ditindih terus.”
Setelah duduk, Arjuna mulai mengangkat daster kakaknya.
“Buka, kak. Arjuna pengen lihat kakak telanjang.”
Annisa berfikir bahwa sudah tanggung, ia sudah diperawani, maka tidak
apa kalau adiknya mau lihat. Maka Annisa membuka dasternya. Annisa kini
hanya berbalut BH, dan Arjuna pun minta kakaknya buka. Annisa menurut.
Kini, di hadapan Arjuna kakaknya berbaring telanjang. Teteknya tidak
begitu besar, mungkin setengah lebih dibanding tetek ibunya yang sebesar
buah kelapa yang diparut. Namun bentuknya beda dengan ibunya. Kalau
ibunya berbentuk tetesan air mata, tetek kakaknya hampir bulat sempurna
dan padat. Belum menggantung ke bawah. Apalagi pentil kakaknya tampak
kecil sekali, bahkan hampir rata dengan lingkaran bagian dasar pentilnya
itu yang berwarna coklat kemerahan.
Arjuna segera menaruh tangannya di samping tubuh kakaknya, lalu dengan
menopang tubuh menggunakan kedua tangan itu, ia mulai meneteki kakaknya.
Annisa sudah pasrah. Ia membiarkan saja adiknya mengenyoti teteknya.
Lama kelamaan perasaan geli itu muncul lagi. Dan ia merasa kontol
adiknya makin lama juga makin besar.
Lidah adiknya bermain liar di puting kirinya. Annisa merasakan lidah
adiknya yang basah menyapu-nyapu diselingi dengan hisapan-hisapan mulut
adiknya itu. Badannya terasa geli. Bukan geli yang tidak enak, tetapi
geli yang menjalar ke seluruh tubuh yang bermula dari pentilnya itu,
yang terasa sangat nikmat. Perlahan ia merasakan memeknya mulai basah
sedikit demi sedikit. Annisa merasakan mulut adiknya mulai menjelajah
menuju payudara yang sebelah kanan. Sepanjang jalan, mulut itu sibuk
sekali menjilati dan mengenyoti dadanya. Kenyotan adiknya makin lama
makin buas, sehingga ketika sampai ke payudara yang sebelah kanan,
adiknya seakan binatang yang kelaparan yang sedang asyik menggerogoti
mangsanya.
Mulut adiknya terasa menjepit, menyedot dan menjilat dengan keras. Ada
sedikit rasa sakit yang Annisa rasakan, namun di lain pihak, ia
merasakan kenikmatan yang teramat sangat menguasai tubuhnya sehingga
akhirnya ia mendekap kepala adiknya erat-erat.
“sedot tetek kakak, Jun……… sedot terus……… mulut kamu pinter amat…….”
Pada saat itu, Annisa merasakan adiknya menggoyangkan tubuh sehingga ia
dapat merasakan gesekan antara dinding memeknya dengan batang kontol
adiknya. Ada rasa ngilu, namun karena adiknya bergerak perlahan, ada
rasa nikmat juga di situ.
“Aaaah………” erang Arjuna,” memek kakak sempit banget. Benar-benar enak.”
Lalu Arjuna menerjang bibir kakaknya dengan bibirnya. Mereka kembali
berciuman dengan penuh nafsu. Lidah mereka saling menari, bersentuhan
dan berjilatan. Ludah mereka bercampur menjadi satu sehingga lama
kelamaan kedua mulut mereka sudah basah juga oleh campuran liur itu.
Sementara itu, memek Annisa kini sudah banjir oleh cairan kewanitaan dan
membasahi kedua selangkangan mereka. Arjuna yang sudah mahir ngentot,
mulai mempercepat permainannya. Kontolnya kini bagaikan piston yang
mengaduk-ngaduk liang senggama kakaknya. Annisa perlahan mulai belajar
untuk mengikuti irama. Lama kelamaan tarian seks mereka menjadi
harmonis. Mereka mendorong dan menarik pada waktu yang bersamaan
sehingga kini terdengar irama selangkangan beradu yang teratur.
Bau tubuh gadis muda mulai santer tercium. Memek Annisa mengeluarkan bau
tubuh gadis remaja yang khas. Bau tubuh perempuan yang belum dewasa
benar, namun bukan juga bau matahari seperti bau anak yang masih bau
kencur. Bau ini membuat Arjuna makin horny saja sehingga kini pantatnya
mulai menekan kuat-kuat yang menyebabkan bunyi plok plok plok suara
selangkangan beradu semakin keras terdengar.
Kini Arjuna sudah tidak memikirkan apa-apa lagi selain seks. Tubuhnya
kini seratus persen menindih kakaknya. Kedua tangannya memegang kepala
kakaknya menahan laju tubuh perempuan itu ketika ia menyodok kuat-kuat.
Annisa baru kali ini merasakan dientot. Yang pertama kali tadi adiknya
hanya mengentotinya sebentar, kini barulah Annisa merasakan enaknya
dientot lelaki. Walaupun perasaan perih itu masih ada, namun ia begitu
menikmati hujaman demi hujaman penis adiknya yang seakan mengocoki
memeknya yang basah.
Kedua tubuh mereka kini sudah mandi keringat. Keringat mereka berpadu,
seperti halnya mereka yang sedang menjadi satu tubuh. Mereka bersatu
pada bagian kelamin dan pada bagian mulut, dan tubuh mereka menempel
tanpa ada penghalang. Tidak ada jarak di antara mereka lagi. Mereka kini
bagaikan suatu unit yang menyatu. Yang memiliki irama dalam berciuman
dan bersenggama yang serasi.
Sampai akhirnya mereka mencapai klimaks. Arjuna menghujamkan penisnya
sekuat tenaga ketika ia merasakan kakaknya merangkul erat dirinya.
Dinding kemaluan kakaknya bergetar tanda orgasme dan pada saat itu pula
Arjuna mencapai klimaksnya juga. Hujaman Arjuna yang keras itu membuat
ujung kontolnya masuk ke dalam rahim melampaui dinding memek Kakaknya
itu. Kepala kontolnya masuk ke rahim kakaknya lebih jauh daripada ketika
memasuki rahim ibunya dikarenakan kakaknya itu lebih pendek dari
ibunya.
Annisa yang sedang orgasme merasakan kontol adiknya menembus liang
senggamanya dan kepala kontol adiknya itu memasuki rahimnya. Dengan
terkejut, Annisa merasakan orgasmenya seakan bertambah jadi ketika hal
itu terjadi.
“Arjunaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa………………………” teriak Annisa. Ia merasakan kontol
adiknya yang besar itu berdenyut-denyut dan setelah itu Arjuna lemas
sambil masih menindih kakaknya.
“aaaaaaaaaahhhhhhhhh…….. enak banget bisa ngetot sama kakak yang cantik……..”
Lalu untuk beberapa saat mereka berdua lemas dengan Arjuna masih mendindih kakaknya
0 komentar:
Posting Komentar