Pendahuluan
Di dusun Sukamandi tinggalah keluarga kecil. Suami isteri dengan seorang
anak. Mereka tinggal di rumah kayu dengan kebun kecil mengelilingi
rumah. Si Suami adalah buruh tani yang mengerjakan ladang orang lain. Si
isteri mengurusi anaknya yang baru saja masuk sekolah menengah pertama.
Anak mereka adalah anak laki-laki yang cukup bongsor seusianya. Namanya
adalah Arjuna. Dan, ternyata nama itu cukup pas untuk dia, karena
walaupun baru menginjak usia remaja, namun wajahnya sudah lumayan
ganteng. Bahkan bisa dibilang di dusun itu untuk anak-anak remaja,
dialah yang paling ganteng.
Si Suami bernama Waluyo. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun merupakan
wajah laki-laki yang penuh ketegasan dan kekuatan, tanda bahwa ia
bukanlah laki-laki yang gampang disepelekan, apalagi badannya yang
tinggi besar dan kekar, sedikit uban memperlihatkan penderitaan karena
usianya baru empat puluhan. Si Isteri bernama Dewi, baru berusia dua
puluh delapan tahun, karena menikah ketika usianya 14 tahun. Wajahnya
cantik. Tampaknya ketampanan anaknya menurun dari dia. Bila suaminya
bertinggi 177 cm, Dewi bertinggi badan 160 cm. Walaupun ini adalah
tinggi rata-rata wanita indonesia, namun karena tubuh Dewi yang berisi
dan cenderung terlihat gemuk sehingga dia tidak nampak tinggi ataupun
pendek dibanding perempuan lain. Arjuna yang berusia 13 tahun bertinggi
badan sekitar 155 cm, paling tinggi di antara teman-teman sebayanya. Dan
badannya mengikuti postur ayahnya, kekar dan kokoh, walaupun tidak sama
persis dibanding ayahnya.
Sebenarnya Dewi adalah isteri kedua Waluyo. Sebelumnya Waluyo pernah
menikah dan bercerai. Isteri pertamanya bernama Fauziah, anak pedagang
sapi dari Kalimantan yang keturunan Arab. Dari Fauziah, Waluyo mempunyai
seorang anak gadis berusia 16 tahun bernama Annisa. Fauziah dan Annisa
tinggal bersama keluarga Fauziah di Kalimantan. Fauziah kini berusia 35
tahun dan belum bersuami lagi. Berhubung ayah Fauziah telah meninggal
dan ia adalah anak tertua, maka Fauziah kini yang mengurusi bisnis
keluarga.
Waluyo pernah bekerja di Kalimantan selama sepuluh tahun, dan di sanalah
ia menikahi Fauziah dan memiliki anak. Namun, karena orangtua Fauziah
tidak setuju maka pernikahan itu berakhir dengan perceraian dan Waluyo
kembali pulang ke Jawa. Dua tahun di kampung halaman, Waluyo akhirnya
menikahi Dewi.
Selama ini keluarga Waluyo dan Dewi adalah keluarga yang tampak
harmonis. Namun memang, karena mereka tinggal di dusun kecil yang
berpenduduk sedikit, lagipula tempat tinggal mereka agak jauh dari
perkampungan, sekitar sekilo dari kampung, maka sebenarnya tidak pernah
ada yang tahu apakah rumah tangga mereka itu bagaimana sebenarnya.
Karena itu, kejadian yang akan menimpa keluarga inipun kemungkinan besar
tidak akan ada orang yang tahu. Kejadian ini dimulai saat Arjuna, atau
Jun, panggilannya, memasuki masa akil baliq dan juga karena pengaruh
oleh teman-temannya. Kejadian ini akan menjadi suatu aib bagi keluarga
mereka. Aib yang menghasilkan berbagi aib nantinya, yang syukurnya
sampai saat inipun tidak diketahui orang lain. Bagaimanakah aku tahu?
Pada saatnya nanti pun akan terlihat.
Maka marilah kita mulai kisah keluarga kecil ini dari awal penyebab segalanya.
BAB SATU
AWAL MULA
Hari itu baru pertama kalinya Jun melihat tubuh wanita telanjang.
Walaupun wanita itu hanyalah foto dalam majalah, namun Jun mendapatkan
informasi yang baru mengenai lawan jenis. Apalagi, si Harun, anak Pak
Lurah yang membawa majalah itu juga menambahkan informasi baru.
Informasi mengenai ngemprut. Yaitu aktivitas laki dan perempuan yang
sangatlah tidak masuk akal kalau diterima pertama kali, yaitu saling
mengadukan kelamin sehingga menyatu. Itu sebabnya, kata Harun, bahasa
Indonesia untuk ngemprut adalah bersetubuh. Menjadi satu tubuh. Yang
laki masukkin tititnya ke tempik perempuannya. Terus rasanya enak.
“Mang kamu pernah, Run?”
“Belum. Tapi aku pernah ngintip Bapak dan Ibu ngemprut. Ibu kelihatannya
kayak makan rujak, mulutnya mendesah-desah, Bapak kayak abis lari di
lapangan, nafasnya memburu sambil menggeram kayak anjing gitu. Tapi
Bapak berkali-kali bilang, ‘ tempikmu legit bener, Jeng!’ terus juga
bilang ‘wuenak, Jeng’”
“Ibu kamu ga ngomong?”
“Iya dia bilang juga enak. ‘enak, pak. Enak, pak. Terus, pak.”
Jun membayangkan kedua orang itu telanjang dan ngemprut di kamar.
Diingatnya Ibu si Harun itu lumayan cantik, walau tak secantik dan
seputih Ibunya, namun Ibu si Harun ini lebih kurus, dan kuning langsat.
“Ibu kamu teteknya besar, Run?”
“Gede, Jun. kayak buah lontar. Pentilnya kayak tutup spidol gedenya.”
“wah, enak tuh kalo diisepin.”
“Hush! Itu Ibuku! Sana isep susu Ibumu sendiri! Ibumu kan susunya keliatan lebih gede.”
Setelah itu Jun dan Harun membahas persoalan ngemprut dengan Ibu
masing-masing, lalu Harun mengajarkan Jun untuk mengkhayal sambil
mengocok kontol sendiri.
“Ini namanya ngeloco, Jun. enak banget. Telapak kita ini kalau kita
genggam di titit maka udah kayak dijepit lubang tempik perempuan.”
Maka keduanya ngeloco sambil masing-masing membayangkan Ibu mereka. Akhirnya mereka ejakulasi di kamar Harun.
***
Semenjak saat itu, Arjuna menjadi dewasa sebelum waktunya. Arjuna selalu
mencari tempat dan waktu yang tepat bagi dirinya agar bisa seorang diri
dan melakukan usaha barunya dibidang seksual ini. Kadang di kamar
mandi, kadang di kamarnya sendiri yang sempit. Seringkali Arjuna
masturbasi sambil membayangkan Ibunya si Harun yang lumayan cantik itu,
namun terkadang Arjuna membayangkan Ibunya sendiri. Harun merasa
bersalah dan kotor, namun anehnya di lain pihak, kenikmatan yang Ia
rasakan itu lebih hebat dibanding bila ia membayangkan Ibunya Harun.
Hari berganti hari dan akhirnya dua minggu telah lewat. Arjuna selalu
menghadapi dilema setiap harinya. Ia mengalami kenikmatan orgasme yang
sangat dahsyat bila ia membayangkan ngemprut dengan Ibunya yang agak
gemuk itu. Dan sedikit demi sedikit, kewarasannya hilang dan kalah oleh
kenikmatan setan yang tak dapat lagi ia tolak.
Sekarang bayangan tubuh Ibunya yang sintal dan padat itu selalu menjadi
bahan untuk ngelamun jorok dan juga untuk ngeloco. Arjuna tak pernah
melihat Ibunya telanjang, namun Ibunya seringkali mondar-mandir di rumah
hanya mengenakan handuk, sehingga Arjuna dapat melihat bagian atas dada
Ibunya yang besar dan juga paha Ibunya yang kuning langsat itu.
Lama kelamaan hanya membayangkan saja tidaklah memuaskan Arjuna. Arjuna
ingin sekali melihat tubuh Ibunya telanjang betulan. Maka diambilnyalah
keputusan untuk mengintip Ibunya waktu lagi mandi.
Rumah mereka adalah rumah petani sederhana terbuat dari kayu. Kamar tamu
kecil dengan dua kamar tidur. Sementara dapur mereka di belakang semi
permanent bersandingan dengan kamar mandi yang juga hanya semi permanen
dengan anyaman bambu. Kedua kamar itu hanya terpisah oleh satu buah
dinding saja. Kamar mandi di sebelah kiri dan di sebelah kanan adalah
dapurnya.
Berhubung ilham ini datang sewaktu malam, Maka Arjuna malam itu ketika
semua orang tidur mulai bekerja. Dicobanya mengintip dari lubang anyaman
bambu, ternyata agak susah. Maka, di sudut ujung dapur Arjuna membuat
beberapa lubang, beberapa di bagian atas, beberapa di tengah dan
beberapa bawah, dengan pisau. Lubang itu dIbuat tepat diantara anyaman.
Setelah selesai, dia menambal dengan potongan kain coklat sehingga tidak
akan begitu terlihat.
Ketika subuh si Arjuna baru bangun. Arjuna merasa tak sabar sehingga ia
harus melihat Ibunya telanjang secepatnya hari itu. Arjuna tidak tahu,
bila hari biasa seperti hari itu, kapan Ibunya mandi. Arjuna hanya tahu
bila hari minggu maka Ibunya akan mandi sekitar subuh, karena Ibunya
sudah mandi ketika Arjuna bangun pagi.
Perlahan Arjuna beringsut keluar kamar, ternyata Dewi sudah bangun dan
sedang mencuci piring, berhubung rumah ini adalah rumah kampung, maka
cuci piring dilakukan di kamar mandi. Dewi rupanya belum mandi, namun
sudah bersiap untuk mandi. Perempuan itu memakai handuk, dan Arjuna
dapat melihat tali BH Hitam Ibunya itu masih dipakai. Bila selesai mandi
biasanya Ibunya tidak akan memakai BH di balik handuknya.
Setelah beberapa lama, akhirnya Dewi selesai mencuci piring. Setelah
piring di taruh di dapur, maka Dewi segera masuk ke kamar mandi. Dewi
tidak tahu bahwa anaknya mengawasinya dengan hati-hati dari dalam rumah.
Ketika Dewi menutup pintu kamar mandi, maka Arjuna bergegas ke dapur
dan membuka lubang-lubang yang telah disiapkannya.
Kamar mandi itu terdiri dari bak mandi dan toilet. Keduanya terletak di
kanan tak jauh dari pintu, berhubung kamar itu tidak begitu luas, dengan
toilet menempel dengan dinding yang berpintu dan persis disebelah yang
lain bak mandi itu menempel pada toilet. Bak itu tidak tinggi, hanya
setinggi paha orang dewasa, namun memanjang kesamping. Dinding bambu
kamar ini dicat putih dengan penerangan lampu neon yang di taruh persis
di antara kedua kamar itu. Berhubung atapnya tidak terlalu tinggi, maka
lampu neon cukup menerangi kamar itu dengan jelas.
Ibunya sedang kencing dengan jongkok di toilet. Karena toilet itu
letaknya di kanan sehingga berhadapan langsung dengan tembok dapur yang
dilubangi oleh Arjuna. Maka ketika Arjuna mulai mengintip, ia sedikit
kecewa karena Ibunya sedang memunggunginya. Namun, jarak antara mereka
berdua kini hanyalah sekitar 10 cm dan berbataskan dinding anyaman bambu
saja. Arjuna dapat melihat tubuh Ibunya yang telanjang bulat dari
belakang. Kulit Ibunya yang kuning langsat bagaikan bersinar karena
tertimpa lampu neon seakan mengundang lelaki untuk mengelus dan
menciuminya. Arjuna juga dapat melihat kedua pantat Ibunya yang bulat
dan sekel yang seakan meminta diremas-remas. Arjuna tidak sabar menunggu
Ibunya segera mandi. Akhirnya tak lama Ibunya berdiri, lalu turun dari
toilet dan melangkah untuk berdiri di depan bak mandi, sehingga kini
Arjuna dengan bebasnya melihat tubuh telanjang Ibunya dari depan. Ibunya
menaruh kaki kirinya di bak mandi dan mulai cebok secara perlahan.
Arjuna terkejut dan sedikit menarik nafas kaget melihat pemandangan
indah nan erotis di hadapannya ketika Ibunya berdiri dan melangkah ke
depan bak mandi. Walaupun tidak muda lagi Ibunya memiliki tubuh yang
sangat sintal berlekuk cantik dan menggiurkan. Ibunya tidak kurus, namun
juga tidak gendut. Ketika berpakaian, Ibunya tampak memiliki tubuh yang
sintal dan agak gemuk, namun ketika telanjang, tubuh Ibunya tampak
sekel dan sangat seksi. Tubuh itu tampak berisi, tidak ada urat atau
otot yang menonjol, namun juga tidak terlihat gembyor karena gemuk. Dada
Ibunya padat, perutnyapun padat dengan sedikit lemak di atas pinggang,
namun tidak gendut.
Arjuna dapat melihat pentil buah dada Ibunya dengan jelas, berwarna
coklat muda kemerahan dengan ujung seperti penghapus pensil berbentuk
silinder tumpul bundar dan pada bagian dasarnya berbentuk lingkaran yang
sedikit lebih lebar dari tutup botol sirup. Pentil itu menghiasi puncak
payudara Ibunya yang bentuknya bagaikan tetesan air mata dengan bagian
bulat menggantung ke bawah hampir sebesar buah kelapa yang sudah diserut
kulitnya.
Payudara itu amat indah, dengan puting yang terletak hampir tepat di
tengah-tengah, sehingga secara proporsional menunjukkan keadaan yang
masih lumayan kencang, hanya sedikit agak kendor karena usia Ibunya itu
tidaklah muda lagi dan sudah punya anak, namun masih dapat dibilang
indah. Bahkan, karena Ibunya ini adalah perempuan desa yang tidak pernah
pergi ke salon atau perawatan kecantikan, bisa dibilang inilah salah
satu payudara dengan keindahan alami yang jarang dimiliki oleh perempuan
pada umumnya.
Ketika Ibunya mulai cebok dengan satu kaki di atas bak mandi, Arjuna
menelan ludah berkali-kali melihat seluruh selangkangan Ibunya yang
telanjang tanpa ditutupi apapun. Dengan rambut kemaluan yang lebat dan
keriting yang tumbuh sepanjang selangkangan itu dan melingkari bibir
memek yang merah muda nan mengkilat karena terkena air kencing dan kini
di siram air untuk membersihkan bekas kencing itu, membuat kontol Arjuna
tidak dapat menjadi lebih keras lagi. Arjuna mengeluarkan kontolnya dan
mulai mengocok batangnya perlahan-lahan sambil terus mengintip.
Untungnya Ibunya bukanlah orang yang suka bergegas. Ia melakukan segala
sesuatu tanpa ada kesan terburu-buru. Karena itulah Arjuna dapat
menikmati cukup lama keindahan kemaluan Ibunya. Arjuna berusaha
menghafal segala lekuk lubang kencing Ibunya itu. bagaimana bentuk bibir
kemaluannya, bagaimana warna dan tekstur dinding di dalamnya, yang
dapat ia lihat ketika Ibunya menggosokkan tangannya waktu cebok,
bagaimana jembut Ibunya berkilau terkena air, bagaimana gerakkan memek
itu ketika digosok dan seluruh pemandangan yang bisa ia dapatkan.
Setelah itu Ibunya mulai mandi. Arjuna dengan bahagia mengamati dengan
teliti segala gerakan tubuh Ibunya yang dimatanya semakin lama semakin
erotis. Padahal Ibunya hanya mandi. Dinikmatinya deburan air yang
menghujam badan Ibunya itu, meninggalkan jejak-jejak basah di seluruh
kulit kuning langsat itu. Bulir-bulir air yang menempel di tubuh Ibunya
ditingkahi oleh sinar lampu neon membuat tubuh yang molek itu bagaikan
permata yang berkilau-kilau. Diikutinya gerakan air ketika Ibunya
menyiramkan air ke tubuhnya sendiri, bagaimana air menyusuri tubuh
Ibunya dari kepala, leher, dada, sepanjang payudara dan belahan dada,
turun ke perut dan menyebar jatuh melewati kedua kaki dan selangkangan
Ibunya. Andaikan aku adalah air, tak akan kutinggalkan tubuh seksi itu,
pikir Arjuna yang semakin mempercepat kocokan pada tititnya.
Kemudian pemandangannya berubah lagi ketika Ibunya mulai menyabuni
badannya. Busa-busa dari sabun menghiasi tubuh telanjang Ibunya bagaikan
salju yang menghampar di pegunungan Jayawijaya. Bagaimana busa-busa itu
mengubah bentuk menjadi seperti tubuh yang dIbungkusnya. Busa-busa
menghampar sepanjang tangan dan kaki, namun melingkari buah dada dan
perut, menambah kesan dan aksen akan keindahan yang ada. Apalagi ketika
busa itu menipis, kulit kuning langsat Ibunya itu kini bukan hanya
bersinar tapi seakan berkerlap-kerlip dan menjanjikan sesuatu yang licin
untuk dirasakan dan dinikmati.
Ketika Ibunya mengangkat sebelah kaki lagi dan menaruhnya di bak mandi
untuk kedua kalinya, untuk lalu menyabuni selangkangannya, Arjuna mulai
mengocok kemaluannya dengan cepat dan brutal. Pemandangan erotis di
ruang sebelah itu sungguh semakin lama semakin membuat Arjuna tidak
tahan. Sambil mengerang dengan suara yang tertahan karena takut
ketahuan, Arjuna membelalakkan matanya lebar-lebar dan menganiaya
kontolnya dengan nafsu yang di ubun-ubun kepala.
Tubuh telanjang Ibunya yang licin dan mengkilat ditambah dengan memek
Ibunya yang kini terlihat lagi dan sedang diusap dengan tangan bersabun
sehingga bibir vagina Ibunya itu bergerak merekah ketika jemari Ibunya
mengusap lewat dan menunjukkan dinding kemaluan Ibunya bagian dalam yang
tampak basah kemerahan, akhirnya berhasil membuat Arjuna mencapai
klimaksnya. Dengan desahan dan erangan yang ditahan, Arjuna ejakulasi di
dinding dapur itu.
Arjuna bergegas mencari lap dan membersihkan dinding dapur dengan cepat
namun ketika menggosok dinding ia melakukannya dengan lembut sehingga
tidak berisik. Ia takut apabila Ibunya setelah selesai mandi akan masuk
ke dapur dan melihat lendir pejunya menempel di dinding, atau bila
ayahnya yang datang ke dapur. Setelah dapur bersih Arjuna ngibrit ke
kamar lagi dan pura-pura tidur.
0 komentar:
Posting Komentar